Kamis, 25 Oktober 2012

Ma, Aku terjangkiti Demam Jajan



Ini juga salah satu jajanku
Sejak aku masih kecil, mama selalu membiasakan untuk menyediakan makanan kecil di rumah. Apapun makanan bahkan sampai es krim pun di sediakan di kulkas. Aku tinggal mengambil apa yang aku inginkan.
Pengin camilan tinggal buka kulkas atau almari di dekat meja makan. Mama itu juga suka menyimpan makanan di kulkas. Tapi makanan yang masih terbungkus. Jadi nggak membaui kulkas seperti yang sering dibilang mbah.

“Jangan memasukkan sembarang makanan di kulkas. Nanti bisa bau,” begitu kata mbah. Padahal di dalam kulkas udah diberi obt anti bau oleh tante.

Atau mungkin aja itu jadi alasan mbah biar semua makanan nggak dimasukkan ke kulkas, hehe.

Ya, saking biasanya mama menyediakan kebutuhanku untuk yang satu itu. Aku bisa dikatakan nggak pernah jajan.

Aku ingat ketika sering diajak mbah pergi ke warung kelontong dekat rumah. Ketika ditawari makanan, permen, bahkan es. Kepalaku selalu menggeleng.

“Nggak. Mama udah beliin.” Atau “Nggak, di rumah udah ada.”

Kebiasaan itu sampai aku sekolah. Bahkan sampai duduk di bangku Sekolah Dasar.
Karena itu juga aku nggak mengenal uang seperti teman-teman sebayaku. Aku juga tidak biassa ke warung sendirian untuk beli jajan. Aku nggak suka pegang uang. Bahkan aku pernah memasukkan uang mamaku di tempat sampah, hihii.

Itu karena aku nggak mengenal nilai uang yang aku buang waktu itu.

Sampai kemudian setiap kali mama atau mbah meminta tolong belanja ke warung dekat rumah, aku selalu menolak. Kebiasaanku ini sampai aku duduk di kelas 3.
Apalagi di sekolahku juga ada aturan yang ketat. Nggak boleh bawa uang saku kecuali koin untuk menelepon meminta di jemput. 

Aku lebih suka meminta Mas Wahyu, satpam di sekolahku untuk mengirim pesan kepada mama dari hapenya. 

Oh ya, di sekolah juga memberlakukan hukuman bagi murid yang bawa uang saku. Misalnya nih aku bawa uang saku Rp 5 ribu. Nanti kalau ketahuan bakalan dapat denda dua kali lipat dari uang yang aku bawa. Jadi aku membayar ke sekolah sebesar Rp 10 ribu.

Makanya, aku sangat hati-hati. Pokonya nggak mau bawa uang ke sekolah daripada kena denda.
Di sekolah juga nggak ada abang-abang yang sering jualan di sekitar sekolah karena ada katering yang disediakan untuk makan siang para murid.  Ditambah lagi bekal makanan dan minuman yang kubawa dari rumah. Lengkap sudah, bukan?

Nah, aku nggak tahu pasti kapan kebiasaan jajanku ini dimulai. Kalau kata mama sih sejak aku sering bermain dengan teman-teman sebayaku yang ada di dekat rumah.
Mereka sering membawa uang untuk jajan ketika kami bermain. Di situlah aku melihat teman-temanku jajan. Dan kayaknya enak sekali. 

Beli es lalu di serupuuut….hmmm…segaar.  siapa sih yang nggak pengin kalau lihat mereka makan dan minum dengan asyiknya.
Aku pun juga ingin coba-coba. Aku minta uang kepada mama.
Meski mama merengut, aku diberi uang Rp 2.000

“Asyiiiik, aku bisa jajan…”
Nah, sejak itulah aku jadi sering minta uang mama untuk jajan.


Sampai mama kadang mengingatkanku karena udah keseringan meminta uang untuk jajan. Padahal mama selama ini juga masih membelikan aku makanan dari minimarket.

“makanannya beda sih. Lagian seru aja kalau jajan bareng teman-teman.”
Sampai kadang aku sulit mengendalikan keinginanku untuk jajan. Dari Rp 2 ribu jadi Rp 5 ribu jadi Rp 7 ribu jadi Rp 10 ribu.

Bahkan aku berani beli lauk kesukaanku di warung mbak Ranti…hihii. Tinggal naik sepeda, bungkusan plastik  hitam sudah di tangan.

Dan kebiasaan ini masih sampai sekarang. Makanya mama jadi malas menyediakan makanan karena aku juga masih suka jajan.

“Ma, aku terjangkiti penyakit demam jajan...,” aku cuman bisa bilang gitu sama mama.

Gimana nyembuhinnya dong…

-mama udah nggak ngasih uang di dompetku lagi-

Aku sedang bergaya

Tidak ada komentar: